Semakin kecil TDP, maka panas yang dihasilkan juga semakin rendah.
Tentunya bagi Anda yang memiliki perangkat elektronik, seperti komputer desktop, notebook, atau smartphone pasti pernah merasakan panas pada perangkat tersebut ketika beroperasi. Hal tersebut merupakan hal yang alami terjadi dikarenakan adanya perubahan energi. Dalam istilah teknisnya dikenal dengan Central Processing Unit Dissipation atau CPU dissipation yang berarti CPU mengonsumsi energi listrik, kemudian mengubahnya ke dalam aksi switching, seperti yang dilakukan transistor dalam CPU. Dalam prosesnya, CPU juga akan menghasilkan energi panas ketika beroperasi dikarenakan adanya impedansi dari sirkuit elektronik. Dari sinilah proses panas itu terjadi.
Berbicara masalah panas, tentu erat kaitannya dengan Thermal Design Power (TDP) processor. Istilah ini diterjemahkan sebagai jumlah daya maksimum untuk pendingin di dalam sebuah komputer untuk berdisipasi (mentransfer/menyalurkan panas). TDP juga dapat berarti daya maksimum yang dipakai ketika menjalankan aplikasi sesungguhnya untuk memastikan komputer dapat menjalankan aplikasi esensial tanpa melampaui batas panasnya.
Salah satu tantangan yang dihadapi oleh produsen processor seperti Intel adalah bagaimana merancang sebuah processor yang mampu beroperasi hanya dengan konsumsi daya yang rendah tanpa harus mengorbankan performanya. Berbagai langkah ditempuh untuk merealisasikan hal ini, seperti mengintegrasikan berbagai komponen dalam satu unit, memperkecil kebocoran energi untuk meningkatkan efisiensi, hingga menambahkan fitur energy saving sebagai power management. Seluruh langkah tersebut akhirnya berhasil dikemas Intel dalam rancangan 3D gate transistor-nya yang akhirnya diterapkan mulai dari generasi Sandy Bridge, Ivy Bridge, Haswell, hingga Intel Atom Bay Trail saat ini, bahkan semenjak generasi Ivy Bridge, Intel menambahkan SKU baru pada segmen processor mobile dengan suffix U dan Y. “U” menandakan Ultra low power seperti pada Intel Core i5-3317U (1.7GHz/ 17W), dan “Y” menandakan Extreme Ultra low power seperti pada Intel Core i5-3439Y (1.5GHz/ 13W). Bandingkan dengan generasi processor sebelumnya seperti Intel Core i5-2410M (2.3GHz/ 35W) yang nilai performa Intel Core i5-3317U mampu mengimbangi bahkan dengan konsumsi daya yang lebih rendah. Hal tersebut diperlihatkan melalui pengujian 3DMark 11 CPU score dan PCMark 8 Accelerated, seperti pada grafik di bawah. (klik gambar untuk memperbesar)
TDP Rate
TDP Rate
Secara umum, semakin tinggi rating TDP processor, akan menghasilkan panas lebih daripada yang memiliki rating TDP lebih rendah. TDP biasanya juga terspesifikasi dalam keluarga processor. Pada processor Intel, TDP rating didefinisikan pada nilai maksimum temperatur core (Tj-MAX) sehingga tiap OEM dapat merancang model dan casing serta menentukan jenis cooling yang digunakan. Pada umumnya, processor yang memiliki rating TDP melebihi 50W biasanya diterapkan pada jenis desktop PC, sedangkan TDP yang kurang dari 50W dapat dikelompokkan pada jenis notebook. TDP yang kurang dari ~5W dapat dimasukkan dalam kategori tablet dan TDP yang kurang dari ~2W masuk dalam kategori smartphone.
Melihat pemaparan di atas, cukup jelas jika processor yang memiliki TDP rendah akan menghasilkan panas yang rendah pula sehingga jenis heatsink yang digunakan pun desainnya lebih sederhana, bahkan tanpa dukungan fan. Berbeda dengan processor yang memiliki TDP tinggi, jenis pendingin yang digunakan haruslah jenis khusus, biasanya menggunakan heatsink dengan tambahan fan atau metode pendingin lain, seperti heatpipe, water cooling, hingga LN2 (Liquid Nitrogen).
Hyperthreading vs Power Dissipation
Beberapa dari Anda mungkin sudah familiar dengan istilah hyperthreading. Istilah ini mengacu pada pemrosesan dan eksekusi dari sebuah instruksi program secara paralel untuk mengoptimalkan kinerja processor. Lebih mudahnya, teknologi hyperthreading merupakan teknologi untuk menciptakan logical core yang dapat berlaku sebagai core fisik yang mampu bertindak secara independen dalam mengeksekusi suatu instruksi. Lalu apa kaitannya fungsi hyperthreading dengan power dissipation? Sebelum menjawab hal ini, terlebih dahulu kita bandingkan teknologi hyperthreading dengan teknologi multi-core konvensional. Pada teknologi multi-core konvensional, tiap core terpisah secara fisik. Masing-masing core berisi jutaan hingga miliaran transistor yang wajib mendapat supply daya untuk beroperasi. Dengan teknologi hyperthreading, tiap core akan memiliki dua logical core sehingga processor dengan dual core fisik akan memiliki 4 thread/logical core yang tiap logical core ini tidak membutuhkan resource komponen tambahan. Artinya, peningkatan panas dan daya tidak akan terjadi secara signifikan dengan hyperthreading. Sebaliknya, performa yang dihasilkan akan meningkat secara signifikan.
Untuk melihat seberapa efektif penggunaan teknologi hyperthreading ini, kami melakukan pengujian dengan sebuah aplikasi benchmark, yaitu Cinebench R11.5. Aplikasi ini akan mengukur seberapa jauh kemampuan processor dalam melakukan operasi rendering sebuah gambar. Untuk perangkat test bed-nya sendiri, kami menggunakan GIGABYTE Brix S yang sudah dilengkapi processor Intel Core i3-4010U (2C/4T). Perangkat GIGABYTE Brix S ini merupakan sejenis NUC dengan form factor UCFF yang sangat ringkas dan kompak. Unit pendinginnya pun hanya mengandalkan heatsink dan kipas kecil, mengingat processor yang digunakannya hanya memiliki TDP kisaran 17W.
Dari hasil pengujian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penggunaan teknologi hyperthreading ternyata mampu meningkatkan performa hingga mencapai hampir 200% meski memberikan dampak peningkatan konsumsi daya serta temperatur. Namun jika diperhatikan, peningkatannya pun tidak terlalu signifikan, hanya 2o atau sekitar 3% dari temperatur penggunaan single core.
Jika artikel ini bermanfaat, silakan share.
______________________________
Sumber: PCMedia (4 Juni 2014)
0 komentar:
Posting Komentar
Berikan tanggapan Anda